08/04/13

Tentang perspektif, UN 20 paket, belajar mengajar dan Etika

Coba cari di mbah google dengan keyword “define:viewpoint” yang bersinonim dengan perspective. “way of thinking

Ketika dalam proses belajar dan diajari, terdapat banyak versi dalam menyampaikan ilmu yang bersangkutan. Katakanlah pengajar (karena belum PPG belum jadi guru, benarkah?) adalah seseorang yang sangat berperan dalam mencerdaskan muridnya. Seperti Yip Man (Ip Man) yang menjadi guru Bruce Lee sang legenda martial arts. Berikut adalah quotes dari seorang Fisikawan ternama dari Indonesia:

Tak ada murid yang bodoh. Yang ada, adalah murid yang tidak punya kesempatan bertemu dengan guru yang baik. – Yohanes Surya (this source)


IMO, guru yang baik adalah guru yang mampu menempatkan posisinya menjadi siswa yang diajarinya.

Masalah perspektif juga sepertinya perlu dibangkitkan, terlebih sekarang paket UN (ujian nasional) menjadi 20 paket soal. Sebetulnya 20 paket yang dimaksud adalah 20 jenis soal yang berbeda di dalam kelas yang terdapat 20 siswa. (this source). Yang merasa angkatan SMA dari tahun 2012 ke bawah mungkin akan banyak bersyukur karena dari perspektif mereka, mendengar 6 mata pelajaran saja sudah kalut. Mengapa kelulusan ditentukan oleh ujian yang beberapa hari (dibaca dari sumber berita), padahal sudah tiga tahun seorang siswa (SMA misalnya) menjalani proses pendidikan dengan lebih dari 6 mata pelajaran dipaksa dimengerti.

Kembali ke proses belajar dan diajari. Mengajar dengan berbagai guru yang sangat-sangat berbeda adalah tantangan bagi setiap siswa selain daripada mata pelajaran itu sendiri. Tingkat kependidikan di suatu negara sebetulnya tidak menentukan apa-apa, IMO. Pertanyaan besarnya adalah untuk apa pendidikan? Apakah betul seseorang yang sekolah menjadi seseorang yang lebih baik?

Lihatlah tingkah laku (kebanyakan orang) menurut perspektif seorang spektator. Seberapa banyak diantara mereka yang memiliki Etika yang baik dengan membuang sampah pada tempatnya, mendahulukan orang tua di tempat umum dan berkata yang baik setiap saat?

Kemudian orang-orang yang mampu merubah sistem menyalahkan gurunya kurikulumnya. Tanpa membuat perspektif menjadi siswa terlebih dahulu, langsung saja membuat perubahan yang sangat signifikan dengan merancang kurikulum 2013. Yang menolakpun, entah mungkin sudah dibaca isi kurikulum tersebut atau sekedar menolak tanpa tahu maksud kurikulum baru tersebut, menolak (belum habis-habisan) dengan membuka hashtag dan fanpage.
Sepertinya membuat perspektif baru adalah masalah imajinasi. Siswa itu berbeda-beda karakternya, guru juga. Seperti tidak diberi pilihan lain, ketika guru memaksakan menjadi seorang pengajar dan siswa kehilangan hasratnya untuk tau lebih banyak, kemudian disimpan dalam sebuah kotak-kotak bernama kelas. Kelas-kelas tersebut dikumpulkan dengan sistemnya tersendiri membangun sekolah. Dan sekolah menjadi tolak ukur sebuah negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar