16/09/11

Handphone tanpa iklan di TV dan Konsumenisme di Indonesia

Apa yah handphone tanpa iklan di TV. Yang dijual maksudnya, bukan yang gak dijual di Indonesia tentu saja. Itulah handphone ini sering dijadikan suatu ukuran ke-eksklusifan seseorang. Handphone ini juga digunakan di banyak acara di TV sebagai hadiah dari kuis. Masih gak ketebak juga? Itulah Blackberry, yang biasa kita sebut BB dan terkenal dengan istilah Blackberry Messengger –nya.
Apa betul handphone ini gak ada di TV? Coba perhatikan baik-baik TV kalian apakah ada? Sebagai seorang penonton iklan, saya tidak menemukan apapun yang berhubungan dengan iklan komersial yang menjual sebuah Blackberry. Tapi melihat sekitar saya banyak yang menggunakan Blackberry, terlihat bahwa RIM (Research In Motion) sebagai perusahaan penjual Blackberry ini sukses besar memberikan pesan tersembunyi dibalik konsumenisme di Indonesia.



Ada hal yang mengganjal terkait konsumenisme di Indonesia. Adanya sistem kredit yang memudahkan kita untuk membeli dengan harga murah (tapi berapa kali bayar gitu) untuk mendapatkan barang yang diinginkan. Nah hampir gerai handphone tak resmi hingga gerai perusahaan seluler yang membuka lapak di Indonesia memberikan kemudahan ini kepada calon pembelinya.

Calon pembelinya sendiri ternyata masih terbagi dalam beberapa kelompok. Berdasarkan kemampuan finansialnya (wedew, economic :P) kita sudah tau dan dapat mengukur kemampuan finansial kita sendiri. Ada yang dari menengah ke bawah, dari menengah ke atas dan dari atas ke awan! Sudah jelas untuk kalangan atas, membeli berarti “menukar”. Kalo mereka “mau“ ya tinggal tukar saja. Untuk kalangan menengah, membeli berarti “menabung”. Kalo mereka “ingin” ya tinggal menabung saja. Untuk kalangan bawah, membeli berarti “meniru” atau paling tidak “mengkredit”. Kalau mereka mau tinggal cari bajakannya, terutama mencari yang ada-iklannya-di-TV tapi mirip2 gitu!

Calon pembeli selalu mengelak jika ditanya mengapa mereka membelinya, apa karena mampu, ingin, atau sekedar ikut-ikutan saja. Mereka mengelak dengan alasan kebutuhan. Kebutuhan mana lagi pada diri manusia yang akan pernah cukup. Begitu sesuatu yang sudah menjadi common, cool dan glamourously eye catching ya tinggal “menukar”, “menabung”, “meniru” atau “mengkredit”. Berhubungan dengan handphone yang tidak ada iklan di TV, hal ini dimanfaatkan oleh sang masterpiece, Blackberry.
Siapa sih yang tidak kenal Blackberry? Sebuah handphone dengan kualifikasi tingkat tinggi dan mampu mendongkrak status sosialnya dengan aplikasi UberSocialnya, LOH? Ya maksudnya dengan berbagai aplikasi di dalamnya yang bisa di unduh. Dilengkapi dengan keyboard bernama QWERTY, yang mungkin saja orang Indonesia baru tahu atau pernah ingat alias lupa mengapa susunan keyboard/keypad handphone ini dinamakan QWERTY. Lebih parahnya lagi mereka cuma taunya QWERTY, bagai mana dengan DVORAK? Kalian tahu? (mungkin kalian bakal jawab “saya manusia”)

Apalagi dengan adanya aplikasi eksklusif yang ada di dalamnya, BBM (Blackberry Messengger). Apa bedanya BBM, NM (nexian messengger, nokia messenger), Yahuu Messengger, dan Messengger messengger lainnya di dunia khayal tapi nyata dan ada, Internet? Bedanya karena adanya PIN (tau gak artinya PIN?), Personal Identification Numbers. PIN BB terdiri dari susunan huruf dan angka, tapi namanya pin, N untuk Numbers bukan untuk Nwords.

Mari kita mulai menghitung bagaimana memelihara handphone. Dari banyak paket yang ditawarkan, yang paling umum adalah 3 paket: Paket Menelepon, Paket SMS dan Paket Internet. Tapi sekarang khusus social networking Internet tidak terlalu memakan bandwidth jadi biasanya ada slogan “gratis facebookan dan twitteran”. Lalu bagai mana dengan StumbleUponan, Friendsteran, MySpacean, G+an, dan lain sebagainya?
Paket wajib yaitu SMS dan Menelepon mari kita hitung taro lah misalnya Rp10.000 setiap minggu, atau maksimal Rp21.000 (tanggung amat) setiap minggu. Toh biasanya untuk saya sendiri tergantung kebutuhan saja dan terkadang mengisi pulsa prabayar (bayar duluan baru pake) hanya untuk memperpanjang masa aktif. Berarti setiap hari sekitar Rp3.000 (itulah kenapa maksimal Rp21.000 karena saya males ngitung) dan setiap bulan sekitar Rp90.000. Itu hanya untuk paket SMS dan Telepon saja, kalian sadar? (hitungan mungkin bakalan beda untuk orang yang berbeda)
Sekarang paket internet. Setidaknya untuk paket internet kita membutuhkan Rp50.000 – Rp100.000. Karena setiap paket ada quota nya jadi maksimal biasanya hanya Rp100.000 kita sisihkan untuk internetan ria di dunia khayal tapi ada. Total pengeluaran paket wajib ini adalah Rp190.000. Dan itu untuk satu buah handphone saja dan untuk satu operator seluler saja :D

Blackberry membutuhkan paket lain, biasanya ada paket blackberry di setiap operator seluler di seluruh Indonesia (karena kebutuhannya semakin pesat). Ada yang BBM saja gak pake Internet atau paket browsing, ada paket BBM campur Internet cepat (padahal kalau di handphone browsingan cepat sama lambat serasa sama saja, ukuran layarnya gak pernah berubah), dan paket BBM hemat (BBM aja deh). Kita ambil paket yang paling murah, yaitu paket harian sekitar Rp2.000 setiap harinya. Jadi setiap bulan ada Rp60.000 untuk paket khusus spesial ini. Total paket untuk satu handphone satu operator adalah SEPEREMPAT JUTA setiap bulan. Jika harga Blackberry kalian kredit setiap bulan sekitar Rp200.000, maka kalian menghabiskan SETENGAH JUTA KURANG Rp50.000 setiap bulannya.

Jika harga Blackberry adalah Rp2.000.000 maka dalam waktu 5 bulan, kalian sudah bisa beli Blackberry yang baru. Padahal untuk mengkredit Rp200.000 saja dibutuhkan waktu 10 bulan biar lunas itu harga Blackberry. Perbandingan yang signifikan bukan 1 : 2

Perbandingan yang sama dengan budaya konsumtif di Indonesia. Kita ambil contoh gaji setiap bulan sekitar Rp1.000.000 (sebenarnya itu uang jajan saya). Dipotong tagihan Rp450.000 untuk biaya handphone dan biaya melunasi kreditnya, LOL. Sisanya adalah Rp550.000.

Hitung kembali biaya kalian makan, bagi saya makan yang paling mewah untuk kalangan menengah, bawah dan atas adalah tak hingga. Tapi untuk makanan termewah (beli di warung makan misalnya), sekali makan bisa menghabiskan Rp20.000. Kalau makan 3x sehari maka setiap hari adalah Rp60.000. Dalam waktu 9 hari saja kalian sudah hampir kehabisan biaya untuk makan, karena dimakan oleh handphone yang tanpa iklan di TV.

Inilah yang bisa saya namakan budaya konsumtif. Kebutuhan paling utama terkadang dilupakan, seperti makan diganti 1x sehari itu juga dikurangi budaya mewahnya. Tapi dipikir bagaimanapun kalau menyangkut masalah makan, biayanya mana bisa dikurangi, yang ada pipi makin kempot tapi kantong tetap tipis karena perbandingan ini.
Jujur saja, jika kalian tidak punya PIN BB lalu apa masalahnya? Jika mereka (yang nayain PIN BB kita) ingin menghubungi kita mereka harus SMS atau TELEPON titik. Jika mereka bilang kamu gak cool, gak mampu atau apalah, mereka cuma mengelak gak mau rugi setiap bulan bayar untuk BBM mereka.

Pesannya adalah coba hilangkan budaya konsumtif kita terhadap keinginan yang berlebih. Ada sebuah cerita ketika teman saya mengalami hal ini, dia sekarang malah berpikir untuk membeli handphone baru. Handphone android. Dan bertambahlah biaya pengeluaran kita seiring budaya konsumtif yang bergantung apakah ingin merubahnya ataukah tidak. Pernahkah kalian merasa sesuatu seperti BBM akan ada waktunya ketika harga paketnya naik, atau paling tidak ketika BBM sudah tidak diminati lagi, harga Blackberry yang ingin kalian jual sudah tidak berharga lagi. Lalu perhatikan perbandingan pengeluaran kalian dengan pemasukan kalian, mendapat perbandingan sekitar 2 : 1 saja bencananya sudah kelaparan, apalagi perbandingannya lebih dari itu!!!SADAR

That’s all folks. Lebih buruk mana konsumtif sama kelaparan? (SAMA, red)

2 komentar: